self proclaim
katanya:
dia itu, self proclaim depression
dia dakap depresi sebagai cara
menghargai seni, karya-karya puisi;
dia menari dikala jiwanya
didengarkan melodi syahdu,
dia hargai seni puisi Cinta rumi,
dia hasilkan seni kelam, sunyi,
dia sendiri di penghujung malam
melayan sepi, sunyi, sayu dirinya;
depresi menjadikan jiwanya sensitif
sesuai untuk menyerap emosi seni
yang kembang mekar dalam sastera
yang terang juga yang disembunyikan
oleh pelukis-pelukis karya sastera.
mungkin, jiwa insan perlukan derita
untuk sedarkan hati dan jiwanya
agar menghayati dan hargai seni;
untuk didik memabukkan jiwanya
minum air wine seni sastera
untuk selamatkan jiwanya
dari tragedi hidup moden
hasil revolusi perindustrian.
...
dulu dia lawan rasa kosong
dia bantah rasa sunyi, sepi
dia lari dari syahdu, sayu
tapi, lama-kelamaan dia letih
jiwanya derita perit melawan
dan dia pilih, tidak lagi semua itu
tidak lagi melawan-memberontak
hanya biarkan dirinya tenggelam
dalam lautan dalam kelam
self proclaim depression nya
tanpa harapan, maupun impian
motivasinya sirna dipadam
oleh kegelapan sebuah depresi.
dia dakap erat kekosongan
dia embrace kesunyian
dalam kesendiriannya
dalam syahdu melodi.
coba baca dan lihat puisinya
itu karya hasil emosi
dari hasil sunyi, sepi, sayunya
yang ditemani melodi syahdu
di setiap penghujung malamnya
dalam kesendirian zahir dan jiwanya
dalam dunianya, fantasia-nya.
tapi, embrace semuanya itu
ada risikonya, ada deritanya;
kini dan kini, setelah diseksa
jiwanya kini perit, ia mula takut
kesendirian dalam mendakap
kekosongan, sunyi, sepi, sayu;
jiwanya takut akan embrace lagi
akan semuanya itu.
tak disangka-sangka olehnya
embrace nya itu mengenalkannya
akan dirinya kepada rohani;
puisi-puisi rohani, syair-syair Cinta
adalah eskapisme jiwanya
dari peritnya tragedi psikologinya;
ia adalah catharsis dirinya.
dia senyum akan semuanya itu
kerna kini dia tahu hargai seni
walau dia masih self proclaim.
Ulasan
Catat Ulasan