Kita

katanya:

Lihatlah manusia
Yang bertimbun-timbun
Bukunya yang tebal itu
Suaranya lantang
Berbicara ilmu katanya
Sebarkan ilmu katanya
Ubah masyarakat katanya.
Tapi, itu bukanlah ilmu
Itu sekadar pendapat
Yang dia sulamkan
Agar kelihatan seperti ilmu
Akhirnya, hanya beri kekeliruan
Kepada manusia lain
Dan hanya memberi semangat
Kepada spesiesnya
Yang satu kepala dengannya.
Tapi, malang...
Sayang seribu sayang
Kerna dia sendiri
Tidak tahu akan hal itu.

Andailah manusia [kita]
Sedar akan dirinya sendiri
Bahwa dia belum kenal tuhan
Mungkin dia, tidak akan
Banyak buang masa
berbicara pendapat.

Kita manusia
Tidak sedar diri
Dan kita anggap
Kita dah jumpa tuhan
Maka tak perlu sibukkan diri
Dalam pencarian rohani...
Hanya terlalu sibukkan diri
Dalam perbicaraan debat
Perkongsian maklumat
Yang hanya di dalamnya
Sekadar pendapat subjektif
Dipengaruhi hatinya sendiri.

Mungkin, andai manusia
Sibuk mencari tuhan
Dia tidak akan ada masa
Untuk buang masa
Memberi pendapat itu dan ini,
Dia tidak akan campur
Dalam minat yang disukai
Oleh kebanyakan manusia.

Tapi, malang...
kerna kita anggap
Kita dah jumpa tuhan
Dan kita anggap diri kita
Berilmu maka bisa
Memberi pelbagai pendapat
Dalam pelbagai hal masyarakat
Tanpa perlu lalui disiplin ilmu
Sekadar hanya perlu
Tambahkan maklumat
Dalam kepala.

Itu padahnya, freedom of speech
Si jahil bisa memberi pendapat
Apa sahaja dalam soal masyarakat
Tanpa perlu sedar diri
Bahwa dia tidak layak untuk itu
Dan, tidak sedar diri
Bahwa ilmunya limit
Hanya untuk bidangnya.

Itulah kita
Si anggap ilmunya ada
Dan bisa perbaiki masyarakat
Dengan memberi pendapat.
Suatu ilusi dan fantasi
Yang disembunyikan dalam ego
Yang dipertahankan
Dengan pelbagai maklumat
Yang dijumpai di dalam buku.

Ulasan

Catatan Popular