--cermin--
Aku takut melihat cermin,
bukan kerna aku takutkan cermin,
tapi aku takut aku yang ada dalam cermin itu.
Aku rasa seram melihatnya,
kerna dia menangis dikala dia melihat aku,
aku rasa, dia menangis di kala aku memandangnya.
Kenapa? Kenapa? Kenapa aku seram melihatnya?
Adakalanya juga rasa seram itu bertukar menjadi rasa kasihan...
Kenapa aku rasa sedih dengan aku yang ada dalam cermin itu?
Siapa aku sebenarnya?
Siapa dia yang ada dalam cermin itu yang aku rasa sedih memandangnya?
Sebab itu aku suka kegelapan malam,
kerna aku tidak bisa melihat aku,
aku hanya bisa melihat bulan dan bintang di atas sana.
Wahai bulan, engkau diletakkan di dalam bahasa puisi,
dipujimu atas nama cinta romantis,
engkau menjadi simbol si penyentuh hati,
tapi bagi aku,
engkau sekadar penyelamatku,
di kala aku lemas dalam kegelapan mindaku,
bukannya kerna cinta untuk menyentuh hati si wanita.
Tapi, kenapa aku lebih suka melihat cahaya bintang berbanding cahaya
bulan?
Hm... mungkin kerna bintang itu cahayanya kurang..
As someone says:
“Be like a star
.
.
.
.
.
Distant and dying...”
Ulasan
Catat Ulasan