Suara

Ketika manusia lain dipersekitaranku
mengejar kebahagiaan dua alam,
aku pula lari menghindari kehidupan.
Juga, pernah kukutuk akan takdirku
kerna wujudku di bumi ini tanpa pintaku.
Lalu kutukanku itu menimpa ku kembali
dan kini, setiap durasi waktuku
aku disiat oleh kekosongan, dalam diam.
Dan yang kelakarnya, 
tiada sesiapa yang mampu selamatkanku
dari tragediku ini, ia sebuah komedi.
Hanyalah melodi lagu syahdu
menemani kekufuranku
dan kuhanya biarkan kalbuku ditikam
oleh kesendirian, dalam penjara rekaanku.
malah, irama lagu mula meninggalkanku,
kukeseorangan. 
Kegelapan sang sepi, yang berwajah seram
melihatku dan tertawakanku,
ia mendakapku dan kulemas kesendirian
dalam lautan yang tak berpenghuni.
lalu, ku diletak dalam gua yang kelam
yang tiada penghujungnya
dan kudiberi oleh diriku sendiri
sebilah pena yang bisa dijadikan pisau.
lalu kudengar suara jiwaku berbisik,
"pena ini, dikau bisa jadikan alat 
pembunuhan dirimu sendiri
atau jadikan ia sebagai alat
untuk kanvas seni sasteramu,
atau dua-dua sekali, 
terserah itu kepadamu.”

tapi, ku buang pena itu
dan pilih menjadi kekosongan.

Ulasan

Catatan Popular